Jim Reed, fotografer legendaris, sudah berhasil mendokumentasikan puluhan badai dan bencana alam lainnya. Paling merasa ngeri ketika mendengar suara seperti piton saat Badai Katrina.
Akhir Juli 2009, Jim Reed kembali mempromosikan buku yang kali pertama diterbitkannya pada 2007. Yakni, Storm Chaser: A Photographer’s Journey. Dalam kesempatan itu, dia tidak sungkan menyebut dirinya storm chaser alias pemburu badai.
Selama sekitar 20 tahun menantang maut, berada sedekat-dekatnya dengan badai untuk menangkap gambar terbaik, Reed menolak dikategorikan dalam kelompok pemburu badai.
Reed yang kelahiran Kota Albany, Negara Bagian Georgia, Amerika Serikat (AS) itu mengatakan bahwa dulu dirinya menghindari konotasi berlebihan yang menyertai kata pemburu badai. Karena itu, selama beberapa waktu, memilih disebut fotografer cuaca ekstrem.
Tapi, belakangan, dia memaklumi penggunaan kata yang menjadi populer seiring dirilisnya film Twister dan serial tentang badai di Discovery Channel. Jadilah, dia menyelipkan kata storm chaser pada judul buku larisnya tersebut.
Menurut Reed yang tertarik pada cuaca ekstrem sejak anak-anak itu, dirinya menolak disebut sebagai pemburu badai karena tak mau disamakan dengan banyak pemburu badai yang belakangan muncul.
Yakni, melalui tur-tur ekstrem yang mereka ikuti. “Mereka melakukannya untuk kesenangan dan demi petualangan. Mereka mengambil gambar, bukan menciptakannya,” kata sarjana seni lulusan University of Southern California tersebut seperti dilansir welovedc.com.
Reed menyatakan sama sekali tidak mengejar apa pun. “Yang saya lakukan adalah persiapan, evaluasi, tebakan kedua, dan prediksi.” Dia menuturkan, sebagai profesional, dirinya hanya berada di zona bahaya selama alarm peringatan belum dibunyikan.
Tapi, biasanya, dia menempatkan diri pada zona paling berbahaya yang oleh pihak berwenang harus dikosongkan. Dengan demikian, dia benar-benar bisa berhadapan langsung dengan badai yang dinanti.
Nyali Reed telah mengantarkannya pada jenjang penghormatan tertinggi fotografer. Tidak ada seorang fotografer pun di seluruh Amerika Serikat, bahkan dunia, yang layak menyandang status fotografer cuaca seperti dia.
Sejauh ini, pria berkacamata tersebut sudah berhasil mendokumentasikan 17 badai. Termasuk, Badai Charley yang menyapu Jamaika pada tahun 2004 dan Badai Katrina yang menghancurkan New Orleans pada 2005. Juga, ratusan tornado, angin ribut, petir, serta peristiwa alam yang tidak biasa lainnya.
Sampai sekarang, hasil jepretan kamera Reed tentang fenomena alam masih mendominasi media-media besar AS. Di antaranya, The New York Times, Time, Reader’s Digest, National Geographic, U.S. News and World Report, Discovery Channel, dan Nikon. Seburuk apa pun gejala alam yang menyertai kelahiran badai, Reed selalu bisa mengabadikannya secara apik. Gambarnya jelas, menarik, dan bermakna.
“Yang paling membuat saya tidak tahan adalah suaranya. Anda mendengar orang minta tolong, binatang berteriak-teriak. Salah satu suara paling mengerikan yang terdengar saat Katrina adalah suara desis ular seperti piton.
Langsung tebersit di benak saya, Apakah benar ada ular? Suara apa ini?’ Belakangan, kami sadar bahwa itu suara pipa-pipa gas yang bocor,” kenangnya.
Akhir Juli 2009, Jim Reed kembali mempromosikan buku yang kali pertama diterbitkannya pada 2007. Yakni, Storm Chaser: A Photographer’s Journey. Dalam kesempatan itu, dia tidak sungkan menyebut dirinya storm chaser alias pemburu badai.
Selama sekitar 20 tahun menantang maut, berada sedekat-dekatnya dengan badai untuk menangkap gambar terbaik, Reed menolak dikategorikan dalam kelompok pemburu badai.
Reed yang kelahiran Kota Albany, Negara Bagian Georgia, Amerika Serikat (AS) itu mengatakan bahwa dulu dirinya menghindari konotasi berlebihan yang menyertai kata pemburu badai. Karena itu, selama beberapa waktu, memilih disebut fotografer cuaca ekstrem.
Menurut Reed yang tertarik pada cuaca ekstrem sejak anak-anak itu, dirinya menolak disebut sebagai pemburu badai karena tak mau disamakan dengan banyak pemburu badai yang belakangan muncul.
Yakni, melalui tur-tur ekstrem yang mereka ikuti. “Mereka melakukannya untuk kesenangan dan demi petualangan. Mereka mengambil gambar, bukan menciptakannya,” kata sarjana seni lulusan University of Southern California tersebut seperti dilansir welovedc.com.
Reed menyatakan sama sekali tidak mengejar apa pun. “Yang saya lakukan adalah persiapan, evaluasi, tebakan kedua, dan prediksi.” Dia menuturkan, sebagai profesional, dirinya hanya berada di zona bahaya selama alarm peringatan belum dibunyikan.
Tapi, biasanya, dia menempatkan diri pada zona paling berbahaya yang oleh pihak berwenang harus dikosongkan. Dengan demikian, dia benar-benar bisa berhadapan langsung dengan badai yang dinanti.
Nyali Reed telah mengantarkannya pada jenjang penghormatan tertinggi fotografer. Tidak ada seorang fotografer pun di seluruh Amerika Serikat, bahkan dunia, yang layak menyandang status fotografer cuaca seperti dia.
Sejauh ini, pria berkacamata tersebut sudah berhasil mendokumentasikan 17 badai. Termasuk, Badai Charley yang menyapu Jamaika pada tahun 2004 dan Badai Katrina yang menghancurkan New Orleans pada 2005. Juga, ratusan tornado, angin ribut, petir, serta peristiwa alam yang tidak biasa lainnya.
Sampai sekarang, hasil jepretan kamera Reed tentang fenomena alam masih mendominasi media-media besar AS. Di antaranya, The New York Times, Time, Reader’s Digest, National Geographic, U.S. News and World Report, Discovery Channel, dan Nikon. Seburuk apa pun gejala alam yang menyertai kelahiran badai, Reed selalu bisa mengabadikannya secara apik. Gambarnya jelas, menarik, dan bermakna.
“Yang paling membuat saya tidak tahan adalah suaranya. Anda mendengar orang minta tolong, binatang berteriak-teriak. Salah satu suara paling mengerikan yang terdengar saat Katrina adalah suara desis ular seperti piton.
Langsung tebersit di benak saya, Apakah benar ada ular? Suara apa ini?’ Belakangan, kami sadar bahwa itu suara pipa-pipa gas yang bocor,” kenangnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Saran dan Kritik Anda, Saya Butuhkan